Minggu, 27 November 2011

REFLEKSI DI PERGANTIAN TAHUN BARU ISLAM 1433 H



Dipublikasikan oleh Khoyum MAkrus - pada hari Ahad 27 November 2011
Bercermin Dari Bencana Alam Untuk Introspeksi Diri
Menyambut Datangnya Tahun Baru Hijriyah

oleh : KHOYUM MAKRUS
Guru PAI di SDN-2 Sungai Melawen


DALIL
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat). Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandungnya), dan manusia bertanya mengapa bumi jadi bengini?. Pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia telah keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan (pekerjaan) mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberap zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.(Qs. Al Zilzal : 1-8)

ULASAN
Terjemah Al Quran Surat Al Zilzal di atas adalah ilustrasi / gambaran tentang hari yang akan datang. Allah SWT pada hari kemudian nanti akan menggoncang-goncang bumi dengan keras, lalu muntahlah apa yang ada di dalam bumi berupa beban-beban berat dan bumi seakan berkata bahwa apa yang terjadi padanya sudah merupakan perintah Penguasa jagat raya. Saking kerasnya guncangan dan dahsyatnya muntahan material yang keluar dari perut bumi yang mana belum pernah terjadi sebelumnya, manusia jadi heran mengapa hal itu bisa terjadi, bahkan  di luar prediksi para ilmuwan yang sangat pakar tentang geologi.
Akhir-akhir ini fenomena bencana alam di tanah nusantara seolah tak henti-hentinya susul menyusul terjadi. Belum genap 1 dasawarsa telah terjadi berbagai bencana alam. Banjir yang menghanyutkan harta benda dan mahluk bernyawa bergantian dengan longsor yang menghancurkan rumah-rumah serta menewaskan sejumlah manusia. Disusul gempa bumi yang menghancurkan segala yang ada di atasnya dan terkadang diikuti dengan gelombang tsunami yang berhasil menyapu bersih rumah-rumah penduduk tepian pantai hingga radius ratusan meter. Gunung-gunung api yang telah lama tertidur dari aktifitasnya belakangan telah meletus sehingga memaksa penduduk di sekitarnya  mengungsi ke tempat yang lebih aman di samping juga telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Kejadian itu semua barulah miniatur hari kiamat yang sesungguhnya. Goncangan gempa bumi yang pernah terjadi dengan dahsyat sekali pun paling-paling hanya berkisar 4 – 8 SR. Bagaimana seandainya gempa bumi berkekuatan lebih dari itu? Wallahu a’lam entah apa yang bakal terjadi.
Begitu pula dengan banjir bandang. Seandainya air lautan tumpah ke daratan dalam jumlah yang signifikan, kemungkinan besar habislah semua penduduknya. Atau seandainya semua gunung berapi yang ada di tanah air meletus semuanya secara bersamaan atau berturut-turut dengan kekuatan erupsi yang dahsyat, luar biasa kebinasaan yang akan terjadi.
Dulu, waktu terjadi tsunami di Aceh tahun 2006 jumlah orang meninggal dunia mencapai angka ratusan ribu. Gempa di Yogya mencapai angka ribuan jiwa. Gempa di Tasikmalaya juga menyebabkan hampir seribu orang menemui ajal. Lalu seandainya diakumulasi dengan korban bencana baru-baru ini seperti banjir longsor di Wasior, Tsunami Mentawai dan Erupsi Gunung Merapi Yogya serta bencana-bencana kecil lainnya, tentu saja luar biasa banyaknya. Belum kalau dihitung kerugian materilnya yang mencapai triliunan rupiah. Masya Allah, betapa makin bangkrutnya negeri ini jika terus menerus diterpa bencana dahsyat.
Berbicara tentang musibah bencana rasanya sangat relevan dengan posisi kita saat ini yang tengah berada di sepertiga terakhir bulan Zulhijjah karena dalam hitungan kurang dari 10 hari kita akan memasuki bulan Muharram sebagai tanda pergantian tahun Hijriah. Tahun hijriah ditetapkan oleh Khalifah Umar ra sebagai awal penangggalan kalender ummat Islam. Umar ra. berlogika bahwa peristiwa Hijrahnya Nabi saw dan para sahabat dari Mekkah ke Madinah memiliki banyak hikmah  yang dalam dan amat monumental untuk dijadikan titik tolak penanggalan hijriyah.
Peristiwa hijrah bukanlah semata-mata cerita tentang orang yang berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Bukan sekedar peristiwa pindahan massal. Bukan sekedar menyelamatkan jiwa dari ancaman kematian orang-orang kafir Quraisy pada saat itu. Peristiwa hijrah adalah bentuk perintah Allah SWT kepada orang-orang beriman dalam rangka menuyelamatkan aqidah dan dakwah.
Supaya dakwah lebih luas pengaruhnya dan mendapat dukungan yang kuat setelah ditolak di tempat asalnya tumbuh, maka harus mencari lahan-lahan baru yang kondusif. Tanpa wilayah yang penduduknya mendukung dakwah atau dakwah hanya ditopang oleh segelintir orang maka umur dakwah tidak akan bertahan lama jika terus-menerus digerogoti oleh musuh-musuhnya yang sebegitu banyak dan kuat serta menyerang dari segala penjuru.<
Peristiwa Hijrah seolah telah mengubah peta kekuatan ummat Islam dihadapan musuh-mushnya kala itu. Peristiwa Hijrah juga menjadi awal berdirinya daulah Islamiyah di tanah Madinah Al Munawaroh. Itulah hakekat dari peristiwa hijrah.
Oleh ummat Islam peristiwa hijrah diperingati dalam rangka menata jati diri. Mengintrospeksi segala amalan dan ibadah sepanjang tahun yang lalu. Menghitung-hitung amal baik dan buruk kita yang nantinya akan ditimbang di Yaumil Mizan.

RENUNGAN
Kejadian-kejadian bencana yang seolah tengah bersafari keliling Indonesia dari sabang hingga merauke sudah seharusnya menjadi moment berharga bagi kita untuk merefleksi dan sekaligus mengevaluasi diri kita. Makna dari akhir surat Al Zilzal di atas adalah tentang penghitungan amal baik dan buruk manusia pada hari perhitungan nanti yang tidak dapat dihindari oleh seorang jiwa pun. Allah SWT seolah ingin mengingatkan pada manusia saat ini bahwa bencana alam adalah salah satu “early warning” akan kepastian terjadinya hari perhitungan amal manusia.
Marilah sejenak kita putar lagi memori perjalanan hidup setahun ini Jika kedapatan amal baik yang menurut kita sudah lumayan banyaknya, maka harus menjadi tonggak untuk terus menerus lebih baik hingga ajal menjemput kita sekaligus memohon ampun pada Sang Gaffar (Maha Pengampun) kalau-kalau ada amalan yang terlalaikan. Tapi jika ternyata hasil introspeksi kita mendapatkan  keburukan yang banyaklah yang telah kita perbuat, maka sudah selayaknya pula bagi kita untuk segera memperbaiki sambil secara terus-menerus bertobat dan mohon ampun kepada Allah SWT.
Melalui semangat hijrah mari kita tanyakan pada diri kita, misalnya dengan pertanyaan, sudahkan kita shalat dengan baik dan benar sesuai syariat ?. Atau jangan-jangan shalat kita masih “belang blentong”, kadang shalat kadang tidak. Apakah pula kita termasuk orang yang dermawan, yang rajin bersedekah membantu janda dan fakir miskin serta anak yatim? Atau justru kita membiarkannya. Atau kadang-kadang kita juga malas menyumbang untuk pembangunan masjid di kampung kita. Kita biarkan orang yang dalam keadaan kesulitan ekonomi, kelaparan, gizi buruk dan busung lapar. Hati-hati bagi para pemegang jabatan dan kekuasaan. Pengabaian terhadap nasib rakyat yang dipimpinnya akan berujung pada kebinasaan yang kekal.
Jangan anggap sepele amalan buruk dan maksiat yang remeh temeh, karena bagi Allah tak ada yang luput dari perhitungan sekalipun sekecil atom ukuran perbuatan kita. Begitupun terhadap amal baik yang ringan, jangan segan-segan untuk segera kita tunaikan karena nilainya pun tetap dihitung berlipat-lipat banyaknya.
Kini saatnya pula kita harus berpindah atau berhijrah dari black area ke white area/ dark zone to light zone, dari wilayah hitam yang gelap gulita ke wilayah putih yang terang benderang (minazzulumat ilaa nuur). Mengubah perangai, tingkah laku dan ucapan kita dari perangai, tingkah laku dan ucapan yang buruk-buruk (maksadat) menjadi perangai, tingkah laku dan ucapan yang baik-baik (hasanat).
Kita ubah akhlak tercela (majmumah) yang sering menjadi ciri khas kita menjadi akhlaq terpuji (mahmudah) yang senantiasa menghiasi kepribadian kita . Dan tidak pandang bulu, apakah hal-hal yang sepele, sedang atau hal yang besar, semua harus mengalami reformasi total. Reformasi ibadah, reformasi lisan, dan juga refomasi akhlaq. Menata ulang hubungan baik kita dengan Sang Khaliq melalui peningkatan ibadah magdhoh (yang sudah baku aturannya) dan ibadah ghoiru maghdhoh (yang flesible). Mengharmoniskan kembali interaksi kita dengan sesama manusia melalui muamalah-muamalah penuh manfaat. Meningkatkan ketaqwaan kepada Rabbul Izzati dan menyebarkan rahmat bagi sekalian alam dengan cinta dan kasih sayang. Semangat hijrah bukanlah monopoli individu saja. Dia bisa ditularkan kepada orang lain yang sementara ragu-ragu dan berat untuk melangkah menuju ridho dan ampunan Ilahi. Kita dapat membantu menghijrahkan saudara kita seiman menuju jalan yang lurus dan kepada kebahagiaan hakiki. Mungkin saudara kita mengalami hambatan yang sulit baginya untuk terbebas. Lingkungan, keluarga, teman dekat, kekasih atau tradisi terkadang sangat sulit untuk diterabas. Dan introspeksi atau muhasabah, sejatinya tidak perlu menunggu peristiwa pergantian tahun tiba karena tidak ada jaminan nyawa kita masih bersemayam di tubuh yang fana ini hingga tanggal 1 Muharram mendatang. Ulama-ulama akhlaq sering menasehati ummat untuk senantiasa bermuhasabah setiap hari (muhasabah yaumiyah) sebelum berangkat tidur sambil istighfar serta bertekad untuk memperbaiki diri pada esok hari.
Kambali mengengok bancana alam yang lalu. Seharusnya sudah lebih dari cukup kita belajar atau berkaca dari aneka bencana yang menyapa bangsa kita tanpa pernah jemu. Orang-orang yang masih mampu berpikir atau masih dapat mengoptimalkan fungsi akalnya dengan baik mengenai kejadian-kejadian di sekelilingnya sebagaimana termaktub di berbagai surat Alquran, pasti akan merenung akan eksitensi kekuatan Yang Maha Besar. Kekuatan yang tak akan pernah tertandingi hingga kapanpun dan oleh siapa pun sehingga manusia harus bertekuk lutut di hadapan Kekuatan tersebut. Kekuatan yang mampu memaksa manusia untuk mengakui keteledoran dan kekhilafannya sehingga tersungkur memohon ampunan.
Namun jika manusia sama sekali tidak dapat mengambil hikmah dari semua yang tampak di hadapannya, maka berarti manusia yang demkian mengalami gangguan penglihatan hati atau hatinya telah keras membatu sehingga diberi peringatan atau pun tidak, ia akan sama saja.
Akhirnya, mari kita sama-sama mereview perjalanan hidup kita sepanjang tahun 1431 H ini untuk selanjutnya kita perbaiki iman yang mungkin mengalami aus/rusak ke bengkel ruhani terdekat (seperti masjid, majlis taklim, dan majlis zikir). Mari kita tata ulang langkah-langkah kita ke depan dengan cermat dan teliti. Tatap masa depan di tahun 1432 H dengan semangat reformasi total tanpa basa basi.
Tidak perlu lips servis dengan mengatakan saya akan ini, saya akan itu, saya akan begini dan begitu di hadapan orang lain, langsung saja GO ACT TO REFORM. Tak usah peduli dengan cibiran orang sekitar yang bertahan di area gelap, tidak perlu malu dengan pandangan miring teman-teman yang nyaman dalam keburukan, tidak perlu khawatir akan kehilangan popularitas dan komunitas dalam memegang prinsip kebenaran. Letakkan niat berhijrah dengan mengharapkan ridho Allah SWT di atas segalanya sebagaimana pesan Rasul SAW :
“Dari Umar bin Khattab : aku mendengar Rasul saw bersabda : sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dari niatnya. Dan segala  urusannya bagaimana niatnya. Barang siapa yang HIJRAH karena ALLAH & RASULNYA, maka ia HIJRAH karena ALLAH & RASULNYA, dan barang siapa yang HIJRAHNYA karena dunia yang diinginkan serta wanita yang hendak dinikahinya, maka HIJRAHNYA karena kedua hal itu”.(HR. Bukhori & Muslim) .
Kita sambut kehadiran tahun baru dengan memenuhi masjid-masjid atau majlis-majlis zikir dimana saat itu kita dapat melakukan kontemplasi secara berjamaah. Kita hanyutkan jiwa kita bersama lantunan zikir dan doa yang panjang penuh khusyu’ dan khudu’. Kita biarkan air mata penyesalan dan rasa takut mengalir deras membasahi kedua pipi, karena boleh jadi air mata yang mengalir itu adalah bagian dari rahmat dan maghfirah-Nya.
Tidak perlu kita meniru-niru gaya orang lain saat menyambut pergantian tahun dengan cara-cara mubazir dan maksiat. Tiada guna menyambut tahun baru dengan hura-hura dan foya-foya. Kalau itu yang dilakukan, di mana semangat hijrah mau digelorakan?
SELAMAT TAHUN BARU HIRIYAH 1 MUHARRAM 1433 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar